Admin
Thursday, November 6, 2025, November 06, 2025 WIB
Last Updated 2025-11-06T04:33:59Z
News

Kemiskinan Struktural dan Lemahnya Tanggung Jawab Negara di Balik Gerakan Sosial "Poe Ibu"

banner 717x904


Dalam sistem Islam yang landasannya berdasarkan aqidah Islam, negara adalah penanggung jawab utama pengaturan seluruh urusan rakyat, dalam pemenuhan kebutuhan- kebutuhan mereka baik kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, dan papan, ataupun kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. 

Masalah kemiskinan muncul akibat distribusi kekayaan tidak tersebar secara baik di seluruh rakyat, artinya ada rakyat yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya karena tidak memiliki harta. Maka pengaturan sistem ekonomi Islam, telah menentukan seperangkat aturan tentang hukum kepemilikan, hukum pengembangan harta, hukum penafkahan, dan lain-lain. Selain itu, keberadaan Baitul Mal dalam struktur pemerintahan Islam, memiliki pos pemasukan dan pos pembelanjaan sesuai aturan Islam. Salah satu diantaranya adalah pos pemasukan kepemilikan umum, diantaranya yang paling besar adalah dari hasil pengelolaan SDA yang dilakukan negara, yang pembelanjaan untuk kebutuhan (kemaslahatan) rakyat secara keseluruhan.
Semisal untuk pembangunan infrastruktur umum, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya, termasuk untuk pelayanan umum, seperti rumah sakit, sekolah- sekolah dengan seluruh sarana prasarana penyelenggaraannya, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Seluruh fasilitas tersebut gratis diselenggarakan untuk rakyat. 

Termasuk dalam penyediaan lapangan pekerjaan bagi rakyat, dan juga penjaminan iklim usaha yang dapat menjadi sarana bagi para pencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Inilah negara yang berfungsi sebagai ra'in (pengatur) urusan rakyat, di dalam sistem pemerintahan Islam, yang tidak boleh lepas tangan dalam pelaksanaan amanahnya. Negara bertanggung jawab memastikan pendistribusian harta untuk rakyatnya terpenuhi tiap individu per individu melalui sistem ekonomi Islam dan tidak akan memberikan ruang bagi para kapitalis (dalam maupun luar negeri) dalam pengelolaan SDA, karena itu adalah milik umum (kaum muslimin) yang tidak boleh diserahkan pengelolaannya kepada swasta untuk keuntungan segelintir orang, sebagaimana dalam sistem kapitalisme.

Masyarakat dalam Islam sudah termotivasi untuk bisa memenuhi kebutuhan primer dengan akses yang dimudahkan oleh negara. Jika individu masyarakat atau keluarga tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut maka pihak pertama yang menolong adalah kerabat terdekat, jika tidak memiliki atau tidak ada, maka hal ini menjadi tanggung jawab negara yang harus memastikan pemenuhan kebutuhan dasar dalam jumlah yang cukup.

Terkait gotong royong yang identik dengan saling tolong- menolong, maka syariat Islam telah memerintahkan tolong - menolong dalam kebaikan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT, yang artinya:

"Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya." (Q.S Al-Maidah : 2)

Tolong - menolong yang dimaksud adalah dalam ketaatan. Maka jika tolong - menolong tersebut justru menjadikan negara abai atau lepas tangan dalam kewajibannya terhadap rakyat, seperti dalam sistem kapitalisme, maka itu perbuatan dosa. Selain itu, sekadar tolong - menolong yang sifatnya antar individu, tidak dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan, karena harus ada kebijakan negara yang bersifat sistemik.

Penerapan syariat Islam kaffah yang dilakukan oleh negara, akan mampu mengatasi masalah kemiskinan dengan jaminan pendistribusian harta yang adil dan terpenuhinya kebutuhan tiap individu masyarakat.


Wallahualam bishawab.

Oleh: Syifa (Palasari)

No comments:

Post a Comment